KeCEMBURUan..nilaian..satu perletakan..
Paduan Buah Fikir & Suara Karya: Habib Abu Nadia
dan Tarbawi125
Getusan idea lelaman: http://www.elazhar.net/ dan http://www.kotasantri.com
Penyusun editan dan olahan translasi: Bintu Yusof
Sebermula dengan lafaz yang mulia,
“BismilLAH Ar Rahman Ar Rahim”
diharapkan penggarapan nukilan penulisan ini ada manfa’atnya
bukan sahaja buat diri saya bahkan saudara/ri seaqeedah yang
dirahmati ALLAH Ta’ala sekalian, insyaALLAH.
ALLAHumma sholli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala
aalihii wasohbihi wa baarik wassalim. AlhamdulilLAH..
Saudara/riku, ...
Hingga saat ini, ketika mata kita membaca kalimat demi kalimat
tulisan ini, pernahkah kita berfikir setinggi mana titik keutamaan
yang ada dalam jiwa, antara keredhaan ALLAH Ta’ala dan
kehendak nafsu kita? Antara kemestian tunduk total
pada Allah Ta’ala dan hasrat kita yang bertolak
belakang dengan ketundukan pada Allah Ta’ala?
Penting sekali masalah seperti ini menjadi bahan perenungan
rohani kita, sementelahan bila mana insani lebih cenderung
memenuhi hasrat duniawi , secara tidak langsung ia juga
meminimalkan keta’atan dan ketundukan kepada ALLAH Ta’ala.
Keadaan ini ada digarapkan pada siratan nasihat seorang salafus
sholih yang bernama Malik bin Dinar rahimahulLAH.
Yang maksudnya:
“Sebesar mana kadar kesedihanmu untuk urusan
dunia, maka sebesar itu pulalah akan terusir obsesi
akhiratmu. Samalah jua dengan sebesar mana kadar kegelisahanmu untuk urusan akhirat, maka sebesar
itu pulalah akan terbuang obsesi duniamu.”
Saudara/riku yang tak pernah terputus
dari rahmat Allah, ...
Tidak ada yang lebih cemburu daripada ALLAH Subahanahu
wa Ta’ala kepada hamba-NYA yang mengikuti keinginan
selain-NYA. Perhatikanlah sabda Rasulullah s.a.w. yang
bermaksud:
"Sesungguhnya ALLAH cemburu dan orang berIman
pun cemburu. ALLAH akan cemburu apabila seseorang
melakukan apa yang di haramkan."
(HR. Ahmad, Muslim)
Kecemburuan ALLAH SWT, seperti disabdakan oleh Rasulullah
SAW adalah ketika ada hamba yang lebih mengutamakan makhluk
dari-NYA. Kecemburuan ALLAH SWT bahkan lebih besar ketimbang manusia yang paling cemburu. Sehingga pernah suatu
saat, ketika terjadi gerhana matahari, Nabi shallallaahu alaihu
wa sallam bersabda di dalam khutbahnya yang bermaksud,
"Wahai umat Muhammad, tidak ada seorang pun yang
lebih cemburu dibanding ALLAH."
(Muttafaq 'alaih).
Saudara/riku, ...
Rasulullah SAW itu juga pencemburu. Lalu, suami sholih
dan istri sholihah juga pencemburu. Suatu ketika, Sa'ad bin
Ubadah berkata, "Seandainya aku menemukan seorang
laki-laki bersama isteriku tentu aku tebas ia dengan
pedang, bukan dengan lempengnya tetapi dengan mata pedangnya".
Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda
yang bermaksud, "Apakah kalian merasa hairan dengan kecemburuan Sa'ad? Sesungguh-nya aku lebih cemburu
dibanding dia, dan ALLAH lebih cemburu dibanding aku."
(Muttafaq 'alaih)
Para shahabat nabi benar-benar berpegang teguh
kepada sikap (rasa) kecemburuan ini, kerana cemburu
(ghirah) mempunyai kedudukan yang sama dengan kewajiban
dan cabang-cabang Iman lainnya. Manakala tentang
kecemburuan isteri sholihah, suatu saat Rasulullah SAW
bertanya kepada Aisyah r.a.,
"Apakah engkau pernah merasa cemburu?"
Aisyah Menjawab,
"Bagaimana mungkin orang seperti dirirku ini tidak
merasa cemburu jika memiliki seorang suami seperti
dirimu."
(HR. Ahmad di dalam Musnadnya dan Iman Muslim).
Saudara/riku, ...
Mukmin yang shalih juga pencemburu. Ibnu Hisyam meriwayatkan, bahawa ada seorang wanita Arab membawa
barang dagangannya untuk dijual di Pasar Bani Qainuqa'
(salah satu suku Yahudi Madinah). Ia duduk berdekatan dengan
tukang perhiasan emas dan perak. Lalu sekelompok orang Yahudi
datang dan bermaksud akan menyingkap wajahnya, namun wanita
itu menolak keras. Kemudian, secara diam-diam si tukang perhiasan
tadi mengikatkan ujung pakai wanita itu ke punggungnya,
sehingga ketika si wanita itu berdiri auratnya tersingkap dan ia
pun berteriak. Mendengar jeritan itu, seorang lelaki
Muslim melompat menyerang dan menindih lalu
menghabisi nyawa tukang perhiasan jahat tadi.
Akibatnya, sekelompok orang Yahudi menge-royok lelaki
Muslim itu hingga tewas.
Mendengar peristiwa itu, Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam langsung berangkat bersama
sejumlah pasukannya dan mengepung Bani Qainuqa',
sehingga akhirnya mereka menyerah dan Nabi mengusir
mereka ke Negeri Syam. Para ulama terdahulu (salaf)
dan kaum Muslimin menjunjung tinggi sikap mulia
ini (cemburu), mereka tidak pernah menganggapnya remeh meskipun di dalam masa-masa tertindas.
Ketika kaum salibis Nasrani menjajah sebahagian negeri mereka
selama hampir dua abad lamanya, suatu rentang waktu yang
cukup panjang dan kondisi kaum Muslimin telah dianggap rapuh
serta lemah, sedang-kan kaum salibis kuat dan akan tetap tinggal
di negeri jajahan itu sampai turunnya Isa al-Masih. Namun
kenyataannya, kaum Muslimin tetap tegar memegang
teguh sikap (rasa) kecemburuan. Sementara itu, kaum
Nasrani salibis sama sekali tidak mempunyai rasa
cemburu (dayyuts). Seorang di antara mereka berjalan-jalan
bersama isterinya, lalu di tengah jalan sang isteri berjumpa
dengan teman lelakinya, maka sang suami menyingkir untuk
memberi kesempatan kepada isterinya bersukaria dengan lelaki
tadi.
Semoga ALLAH Ta’ala melindungi kita. Sungguh sangat memprihatinkan, di negara kita yang majoriti penduduknya
Muslim ini sudah terlalu jauh meninggalkan rasa cemburu. Pergaulan bebas dan berbaur antara laki-laki dengan perempuan
yang bukan mahram sudah menjadi tradisi, bahkan banyak
orang tua yang membiarkan puteri-puteri mereka
keluar malam bersama lelaki (kawan/teman lelaki) hingga
larut malam. Dan yang lebih parah lagi adalah adanya sebahagian
orang tua yang membiarkan puteri-puteri mereka hamil di luar
nikah tanpa ada rasa malu sedikitpun, apa lagi mau cemburu!
Malah bangga, karena puteri mereka sudah mempunyai
teman lelaki (boyfriend), dengan alasan gaul/sosial.
Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda, yang ertinya:
"Ingatlah! Tiada seorang lelaki yang berdua-duaan
dengan seorang wanita melainkan syaitanlah yang
menjadi pihak ketiganya."
(Riwayat Ahmad dan at Tirmidzi)
Sebahagian lagi ada yang acuh tak acuh, bahkan bangga
kalau puterinya berpakaian setengah badan lagi span,
hingga tampak seksi dan menggiurkan lawan jenisnya. Na'udzubillah. Sungguh betapa makin jauh umat ini dari akhlaq
yang mulia dan dari tuntunan agamanya, termasuk di antaranya rasa cemburu. Termasuk bentuk terkikisnya rasa cemburu
adalah seorang laki-laki membiarkan isteri atau wanita
yang menjadi tanggung jawabnya ke luar rumah dengan membuka pakaian hijab/jilbab, menampakkan sebahagian auratnya atau menampakkan bentuk tubuh dan warna
kulitnya. Termasuk juga membawa isterinya ke tempat
-tempat umum yang terjadi ikhtilat di sana seperti pesta
-pesta, sehingga isterinya menjadi sorotan dan sasaran pandangan
kaum lelaki, juga membiarkan mereka melakukan safar
(perjalanan jauh) tanpa disertai mahram.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,
ertinya,
"Jangan sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan
seorang wanita, melainkan dia beserta mahramnya
dan janganlah seorang wanita itu melakukan safar,
kecuali bersama mahramnya." Maka seorang laki-laki
berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah sesungguhnya
isteriku pergi haji, sedangkan aku sendiri telah
diwajibkan ikut di dalam peperangan ini dan ini,"
maka baginda s.a.w. bersabda, ertinya, "Pergilah
berangkat haji bersama isterimu."
(HR al Bukhari-Muslim)
Saudara/ri seaqeedah yang dirahmati ILAHI,
Salah satu sifat lelaki yang sholih adalah pencemburu,
kerana hal itu mengisyaratkan adanya perasaan cinta.
ISLAM memuji lelaki yang memiliki rasa cemburu dan
mencela orang yang tidak memilikinya. Selain
menganjurkan rasa cemburu, ISLAM juga memberikan
batas-batasnya. Yang mana bila batas-batas ini dilanggar,
rosaklah kebahagian rumah tangga. Suami yang sholih
harus mampu memahami hal ini, agar dapat mewujudkan
kehidupan yang sakinah, mawadhah, dan rahmah.
Memang haruslah demikian agar seorang Mukmin mempunyai
sifat dan berperangai Ilahiyah dan Nabawiyah ini. Adapun
orang yang tidak mempunyai rasa cemburu, dia tidak dapat menjaga kehormatan isterinya/suaminya. Ia sekadar bersikap acuh tak acuh
apabila mendapati isterinya bersolek dan memakai minyak wangi
ketika akan pergi ke tempat umum, mempamerkan rambutnya, memperlihatkan tubuhnya/auratnya, dan berbicara dengan
dibuat-buat agar menarik perhatian.
Perbuatan seperti itu adalah perbuatan tercela sebagai
mana dalam sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam, yang maksudnya:
" Tiga golongan yang bakal tidak masuk syurga :
orang yang derhaka terhadap ibu bapanya, Duyuts
(orang yang tidak mempunyai rasa cemburu),
dan perempuan yang menyerupai laki-laki."
( HR. Nasai dan Hakim).
Saudara/riku,
Pesona wanita muncul bukan dengan menampakkan auratnya
atau bergaul dengan serba bebas. Bukankah ALLAH TA’ALA
telah menurunkan pakaian untuk menutupi aurat dan menjadikannya
indah untuk perhiasan. Dan pakaian Taqwa itulah yang terbaik .
Lebih dikenal dalam dunia tarbiyah, wanita yang demikian disebut
akhwat (baca; wanita sholihah), untuk membedakan dengan
wanita yang ammah.
Renungi firman ALLAH Subahanahu wa Ta’ala yang
bermaksud:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang
paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat.”
(Surah Al A’raf; 7:26)
Dari analisis psikologi, sebenarnya para akhwat berjilbab
itu lebih menarik dan mempesona bagi semua laki-laki
normal. Hal ini kerana dalam diri laki-laki ada identifikasi bahawa
calon isteri mereka kelak harus mempunyai sifat ‘aqeedah,
dan akhlaq yang baik. Perlu diperhatikan bahawa jilbab bukan
lakon sandiwara yang membuat seseorang menjadi orang lain saat memakainya. ISLAM tidak menghapuskan karakter-karakter khas
dari peribadi pemeluknya yang tidak bertentangan dengan ‘aqeedah
ketika ia memutuskan berISLAM.
Laki-laki seharusnya juga tahu bagaimana memperlakukan wanita dengan keadilan syariat ALLAH Subahanahu
wa Ta’ala. Menjaga tanpa mengekang, menghormati kebebasan
namun tetap melindungi, serta memberikan rasa nyaman sekaligus
aman. Tentunya dengan naungan sebuah pernikahan.
Firman ALLAH subahanahu wa Ta’ala yang bermaksud:
“Dan kahwinkanlah orang-orang yang sendirian di
antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkahwin)
dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba
-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin ALLAH akan memampukan mereka dengan
kurnia-NYA. Dan ALLAH Maha luas (pemberian-NYA)
lagi Maha Mengetahui.”
Surat An Nur ayat 32 tersebut menekankan pernikahan
sebagai penjagaan para pemuda dan pemudi dari gejolak-gejolak
yang luar biasa yang mereka alami di usia lembabnya. Tentu
dengan persiapan yang matang. Namun ketakutan terbesar
untuk menikah adalah pada persiapan kewangan (financial).
Dan bukankah ALLAH akan membuat mereka kaya
dengan karunianya ?
Ketika aturan-aturan ALLAH Subahanhu wa Ta’ala dilanggar,
ketika ISLAM dan kaum Muslimin dianiaya dan dilecehkan,
seharusnya hal itu membangkitkan rasa cemburu kita,
untuk selanjutnya bangkit dan membela kehormatan
ISLAM dan kaum Muslimin, di manapun mereka berada.
Agaknya rasa cemburu terhadap agama sudah mulai
luntur dalam kehidupan masyarakat saat ini. Sebahagian
mereka tidak lagi cemburu ketika para isterinya bercengkrama
dengan laki-laki lain, atau malah sang suami yang memberikan
ruang dan waktu untuk terjadinya hal itu. Tidak ada rasa cemburu
ketika anak perempuannya keluar berduaan entah ke mana dengan
laki-laki asing yang bukan mahramnya, apalagi cemburu
saat ISLAM dan kaum Muslimin dihina dan diserang
oleh para penjajah kafir, seperti saat ini.
Sampai bilakah Umat ini akan terus dizalimi?
Sampai bilakah Umat ini akan terus teranianya tanpa
mampu berbuat apa-apa, akankah kita hanya menunggu keajaiban atau kita harus berbuat, melakukan sesuatu,
dengan kecemburuan kita?
...fikir-fikirkanlah...saamihni 'ala kulli hal,
inni al faqiirah ila ROBBIha, 10 Syaaban 1427H-Auckland.
Wassalamu bilkhair ajma'in, bersama do'akan UMMAH!
0 Comments:
Post a Comment
<< Home