Adab Bagi Pendidik dan Penuntut Ilmu
Adab Bagi Pendidik dan Penuntut Ilmu
Penulisan Asal: Akh AbdulLAH (jilbab.or.id)
Pengeditan, translitasi dan pembetulan
kecil isi bahasa: Bintu Haji Yusof
~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~
Adab utama yang harus dimiliki oleh seorang ahli ilmu dan penuntut ilmu adalah: ikhlas mencari keredhoan ALLAH semata dan bermaksud untuk menghidupkan DEEN ini dengan mencontohi Rasulullah shalallohu `alaihi wa salam dalam segala tingkah lakunya.
Begitu pula dalam proses belajar dan mengajar harus berniat mencari keredhoan ALLAH semata agar ALLAH menghilangkan kebodohan dan kegelapan dari dirinya dengan ilmu yang bermanfaat (maraji' hal28).
Seorang pendidik haruslah sabar ketika mengajar dan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pemahaman kepada setiap siswa sesuai dengan kemampuan otaknya. Janganlah memberikan tugas yang tidak mampu dipikul siswanya, seperti menyibukkan untuk terlalu banyak membaca. Berilah motivasi kepadanya untuk mengikuti pelajaran secara rutin dan sering-seringlah memberi pertanyaan dan mengujinya.
Selain itu juga hendaklah melatihnya untuk mengkaji masalah-masalah tertentu agar dapat mengenalpasti dan menguasai permasalahan, serta dibantu dengan menjelaskan hikmahnya, tempat-tempat pengambilannya, dari ushul syariat yang mana masalah tersebut diambil. Pengenalan akan ushul dan kaedah-kaedah, berikut contoh-contoh permasalahannya dengan pelbagai macam ragamnya merupakan salah satu teknik pengajaran yang paling bermanfaat.
Penuntut ilmu akan bertambah semangat dan bertambah kuat pemahamannya setiap kali ia merasakan nikmat dalam memahami apa yang ia pelajari dan ketika mendapatkan kemudahan dalam mencari rujukan. Begitu pula bagi seorang pendidik hendaknya membuka pemahaman siswa dengan seringnya diadakan pembahasan dan soal jawab.
Menampakkan kegembiraan apabila ditanya atau ketika siswa mengutarakan hal-hal yang membingungkan atau apabila siswanya membantah apa yang disampaikan. Semua itu dalam rangka mengambil manfaat dan mencari kebenaran, bukan untuk membela ucapan yang ia katakan atau untuk mempertahankan pendapat yang ia pegangi.
Apabila ada orang yang dibawah dia dalam segi ilmu memberitahu pendapat dia yang salah, hendaklah dia berterima kasih kepadanya dan membahasnya secara bersama-sama dengan maksud mencapai kebenaran yang sesungguhnya, bukan untuk mempertahankan jalan yang dia tempuh selama ini.
Rujuknya seorang guru kepada pemahaman siswanya -yang lebih mendekati kebenaran- lebih menunjukan kepada keutamaannya, ketinggian kedudukannya dan kebaikan akhlaknya serta kemurnian niatnya yaitu ikhlas mencari keredhoaan ALLAH TA’ALA.
Apabila dia belum sampai kepada kedudukan seperti ini, maka biasakanlah dirinya untuk berbuat demikian dan melatihnya, kerana dengan kebiasaan akan menghasilkan kemampuan dan dengan latihan akan meningkatkan derajatnya kepada kesempurnaan.
Seorang penuntut ilmu haruslah mempunyai adab yang baik terhadap gurunya, bersyukur kepada ALLAH yang telah memudahkan baginya mendapatkan seorang yang mendidiknya dengan ilmu padahal sebelumnya ia berada dalam kebodohan.
Bersyukurlah kepada ALLAH yang telah berjasa menghidupkannya dari kematian dan membangunkannya. Hendaklah ia mempergunakan kesempatan emas ini dengan mengambil ilmu darinya setiap waktu.
Seringlah berdoa kepada ALLAH memohon kebaikan bagi gurunya baik saat berjumpa dengannya ataupun pada saat dia tidak ada kerana Nabi shallallhu `alaihi wa sallam bersabda:
'' Siapa yang telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya. Apabila kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalas budi kepadanya, maka doakanlah (memohon kebaikan) untuknya sehingga kalian berpendapat telah membalas budinya ''
(HR.Ahmad 2/68,Abu Daud 1672,Nasa`i 5/82,Bukhari dalam buku Al-Adab Al-Mufrad 216, Ibnu Hibban 3408, Al Hakim 1/412 dan 2/13, At-Thayalisi 1895 dan selain mereka dari hadith Abdullah bin Umar bin Khattab radhiallohu `anhuma).
*Derajat hadith itu shahih (Syaikh Ali Hasan)
Kebaikan apakah yang lebih agung kalau bukan kebaikan berupa ilmu dan setiap kebaikan tidaklah langgeng kecuali kebaikan berupa ilmu, nasihat, dan bimbingan.
Setiap perkara yang bermanfaat bagi manusia -yang sampai kepada seorang siswa atau yang lainnya- maka hal itu termasuk kebaikan dan amal jariyah bagi si pemiliknya.
Seorang kawan telah memberitakan kepadaku, bahawa dia pernah berfatwa mengenai satu masalah dalam hal ilmu faraidh (ilmu waris) dan syaikh (guru)nya yang telah mengajarkan hal tersebut telah meninggal dunia. Lalu dia bermimpi melihat syaikhnya sedang membaca di kuburnya dan berkata :
''Masalah yang engkau fatwakan itu, pahalanya telah sampai pula kepadaku''.
Hal ini sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallhu `alaihi wa sallam :
''Barangsiapa mempelopori jalan yang baik, maka bagi dia pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat''
(HR.Muslim 1017)
Seorang penuntut ilmu haruslah haruslah bersikap lemah lembut terhadap gurunya, sopan ketika bertanya dan janganlah bertanya kepada gurunya pada saat dia sedang gusar, atau dalam keadaan penat atau marah. Ini agar dia tidak mempunyai pemikiran yang menyalahi kebenaran pada saat kacau pikirannya, atau paling tidak nantinya akan memberikan jawaban yang kurang lengkap.
Apabila seorang penuntut ilmu mendapatkan gurunya berbuat kesalahan, maka janganlah menyebutkan kesalahan tersebut secara terus terang. Tetapi betulkanlah kesalahan dia dengan cara bertanya dan bersikap sebagai seorang siswa terhadap gurunya.
Hendaklah hal itu dilakukan berulang-ulang sampai terang bagi sang guru mana yang benar, kerana kebanyakan manusia apabila kau tegur langsung kesalahannya, kecil sekali kemungkinan untuk rujuk, berat bagi dia untuk mengakui kesalahan, kecuali orang yang telah menguasai dirinya dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji.
Orang seperti ini tidak akan tersinggung apabila pendapat dia dikritik atau ditegur secara langsung. Akan tetapi jenis orang seperti ini jarang sekali. Hanya dengan tawfiq ALLAH- lah, kemudian dengan melatih jiwa untuk menekan ego emosi, barulah orang tersebut akan mempunyai jiwa besar dengan mengakui kesalahannya dan rujuk kepada kebenaran (Hal 30-34)
Seorang guru haruslah memperhatikan kecerdasan dan kemampuan siswanya dalam menerima pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya dalam menerima pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya menyibukkan diri dengan buku yang tidak sesuai untuknya.
Jika ia membiarkan saja, bererti dia tidak memberikan nasihat kepada siswanya. Sesungguhnya ilmu yang sedikit disertai dengan adanya pemahaman dan pengertian lebih baik daripada ilmu yang banyak tetapi berisiko tinggi untuk difahami dan besar kemungkinannya untuk lupa.
Begitu pula ketika ia menyampaikan pelajarannya hendaklah disertai dengan penjelasan yang disesuaikan dengan pemahaman dan daya tangkap siswanya. Janganlah mencampur adukkan masalah antara yang satu dengan yang lainnya.
Janganlah pindah dari masalah satu ke masalah lainnya sebelum bahagian pelajaran itu dikuasainya dengan baik. Karena antara satu bahagian pelajaran dengan bahagian pelajaran lainnya itu saling berkesinambungan, sehingga akan memudahkan baginya untuk memahami bahagian pelajaran berikutnya.
Kalau tidak demikian, bererti akan menyia-nyiakan yang pertama dan tidak dapat memahami yang berikutnya. Kemudian semakin berlonggokan masalah-masalah yang tidak dikuasai, sehingga ia akan bosan dan sempit dadanya untuk mengulang-ulang masalah tersebut. Oleh sebab itu janganlah perkara ini diremehkan.
Seorang guru hendaklah selalu memberikan nasihat kepada siswa semaksimal mungkin dan harus bersabar atas kelambatan siswa dalam hal pemahaman. Demikian pula bersabar atas kelakuan siswanya yang tidak baik atau kurang ajar dengan dengan penuh perhatian dan pemantauan untuk memperbaiki dan meluruskan adabnya (hal 42-43)
Hendaklah seorang penuntut ilmu duduk dengan sopan di hadapan gurunya, menampakkan kebutuhannya yang sangat kepada ilmunya dan mendoakan kebaikan untuknya pada saat bertemu dengannya, ataupun di saat tidak bertemu.
Apabila seorang guru sedang memberikan faedah atau sedang menjelaskan hal-hal yang membuat bingung siswanya, maka janganlah ia menampakkan bahwa ia telah mengetahuinya sebelumnya, meskipun sebenarnya ia telah mengetahuinya. Akan tetapi hendaklah ia mendengarkan keterangan gurunya tersebut dengan serius.
Hal ini apabila dia telah mengetahui sebelumnya, maka bagaimana dengan keterangan gurunya yang belum ia ketahui? Adab seperti ini baik sekali untuk dipraktikkan terhadap setiap orang baik dalam masalah ilmu ataupun percakapan lainnya, baik dalam masalah DEEN mahupun dalam masalah keduniaan.
Apabila sang guru berbuat kesalahan dalam suatu hal, maka hendaklah penuntut ilmu menegurnya dengan penuh lemah lembut sambil memperhatikan situasi dan kondisi. Janganlah mengatakan kepadanya:
''Engkau telah berbuat salah! Sesungguhnya yang benar bukan seperti yang engkau katakan!''
Tetapi hendaklah menegurnya dengan kata-kata yang sopan, menjadikan seorang guru sedar akan kesalahannya tanpa ada rasa gusar di hatinya. Cara seperti ini merupakan keharusan dalam bersikap terhadap seorang guru dan lebih mengena untuk sampai kepada kebenaran.
Kritikan yang disertai dengan adab yang buruk akan membuat hati orang yang dikritik menjadi gusar, sehingga akan menghalanginya untuk dapat menangkap pemahaman yang benar dan menghalanginya untuk mengetahui maksud baik orang yang menegurnya.
Sebagaimana hal tadi merupakan keharusan sikap penuntut ilmu terhadap gurunya, maka haruslah bagi seorang guru apabila berbuat kesalahan agar rujuk kepada kebenaran.Meskipun sebelumnya ia telah menyampaikan satu pendapat kemudian terbukti bahwa pendapat tersebut salah, maka ia tidak segan-segan untuk rujuk kepada kebenaran karena sikap ksatria tadi merupakan tanda keadilan dan kerendahan hatinya terhadap kebenaran, baik yang datang dari anak kecil maupun orang dewasa.
Termasuk nikmat yang ALLAH berikan kepada seorang guru, ia mendapatkan dari para siswanya yang mahu menegur kesalahannya, membimbing kepada kebenaran, sehingga kebodohan yang telah menyelimutinya selama ini menjadi lenyap.
Maka seharusnya ia bersyukur kepada ALLAH TA’ALA kemudian berterima kasih kepada orang yang menasihatinya, baik ia seorang siswa atau selainnya, kerana teguran orang tadi, alhamdulilLAH, ia mendapatkan hidayah ALLAH subhanahu wa ta`ala (hal 48-49).
Di antara sifat yang paling mulia yang harus dimiliki oleh ahli ilmu (dan penuntut ilmu) adalah mempraktikkan apa yang ia sampaikan; yang berupa akhlak yang terpuji dan membuang segala akhlak yang hina. Mereka adalah orang-orang yang paling utama untuk menjalankan segala kewajiban baik lahir mahupun yang batin dan meninggalkan segala hal-hal yang haram, oleh sebab mereka memiliki keistimewaan berupa ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh selain mereka.
Juga oleh sebab mereka adalah teladan manusia. Manusia pada dasarnya selalu mencontoh ulama mereka dalam kebanyakan urusan baik diakui atau tidak. Juga oleh sebab sebarang protes dan kecaman atas mereka apabila perbuatan mereka bertentangan dengan apa yang mereka katakan jauh lebih besar dipandang umum daripada kecaman yang dilontarkan kepada selain mereka atas perbuatan yang sama.
Para salafus shalih dahulu memperoleh ilmu, juga dengan mempraktikkan ilmu tersebut. Apabila ilmu itu diamalkan akan menempel langsung dan bertambah serta banyak barakahnya. Sebaliknya apabila ilmu tersebut tidak diamalkan maka akan hilang dan tidak membawa barakah.
Ruh ilmu dan kehidupannya serta tonggaknya hanya dengan mengamalkannya dengan akhlak yang terpuji, dengan mengajarkannya dan memberi nasihat. Tidak ada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan ALLAH Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Ma’araji:
Al-Mu`in `ala Tahshil Adabil `Ilmi wa Akhlaqil Muta`allimin, karya Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid yang dikumpulkan dari buku Al-Fatawa As-Sa`diyah, penerbit Dar As-Shumai`i,Riyadh,Saudi Arabia,cet I th.1413H/1993)
~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~ ~*~
p/s:
Assalamu’alaikum wbt, syukur kehadrat ILAHI dengan izin-NYA dikaruniakan kesenggangan atas diri untuk meneruskan kembara bacaan juga bedah ‘ilmiah dalam keberadaan yang tiada seberapa buat diri ini yang nyatanya masih punya banyak kelemahan yang perlu dikoreksi dari masa ke masa, insyaALLAH.
Pelbagai orak arik kehidupan telah ditempuhi dan kebelakangan ini banyak benar ujian ILAHI menduga diri selaku seorang perantau akhirah, musafir perjuangan, namun alhamdulilLAH tiadalah diri ini merasa kecewa atas segalanya itu sebaliknya lafaz kesyukuran pada-NYA dan istighfar insyaALLAH takkan lekang membasahi bibir.
Ana akhiri coretan kalam ana kali ini dengan sebingkis hadith yang amat besar makna dan perhatiannya buat diri ana bahkan insyaALLAH kita semua, moga ada khairnya, insyaALLAH:
Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam bersabda:
"Barang siapa yang memulai mengamalkan suatu metode/amalan baik dalam agama Islam, maka baginya pahala amalannya itu, dan pahala seluruh orang yang menirunya, tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka. Dan barang siapa memulai mengajarkan/ mengamalkan amalan buruk dalam agama Islam, maka baginya dosa amalannya itu dan amalan seluruh orang yang menirunya, tanpa sedikitpun mengurangi dosa mereka”.
(Riwayat Muslim, 2/704, hadits no: 1017).
AlhamdulilLAH, saamih ni ‘ala kulli hal. Bersama do’akan kesejahteraan & kejayaan UMMAH!
BarakalLAHUlakunna!
Wassalamu bilkhair ajma’in.
Al faqiirah ila ROBBIha,
Bintu Haji Yusof,
8 Jumada al Awwal 1427H
TRC, Downtown, Auckland, NZ.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home